The
Truth
Jam 19.00 WIB hari sabtu, tepat seperti saat
kematian Malvin. Aku duduk disalah satu bangku kelas dengan lampu dimatikan.
Satu-satunya penerangan yang ada, hanya sinar bulan purnama yang masuk lewat
kaca jendela. Terlihat Malvin sedang duduk dibangku guru sambil menundukkan
wajahnya. Bukan hanya kami berdua yang ada dikelas ini, penghuni yang lainnya
pun datang dengan keadaan yang mengerikan. Hantu sialan!
“Hei, Khalil apa kau tidak takut duduk sendirian
disini bersama hantu?”
Aku hanya mendesah panjang, “aku sudah terbiasa,
bahkan dirumahku juga banyak.”
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan aku
sudah tau siapa yang akan datang,
“Selamat malam pembunuh, atau bisa kupangil …..
Kakak?” sindirku.
Tanpa ragu-ragu Keisya masuk menatapku tajam,
terlihat jelas ia sangat membenciku.
“Kau tau seberapa bahayanya surat ini jika dibaca
orang lain?!” seru Keisya sambil meremukan kertas yang tadi siang kutaruh
dibangkunya.
Aku tersenyum sinis, “Tentu saja, kau bisa masuk
penjara karena itu,” balasku.
“Jadi apa yang kau minta? Uang sebanyak apa untuk
menutup mulutmu?”
“I don’t need your money, aku hanya ingin kalian
mengaku sebagai pembunuh Malvin dan menerima hukumannya. Clear?”
“Kalian?” tanyanya balik
Aku mengangguk, “Yap, bukankah begitu kak Aryo?”
tanyaku pada Aryo yang sedari tadi sudah bersembunyi dalam lemari kelas. Ia
keluar dan terlihat ekspresi marahnya.
“Jika kau tau daritadi aku ada disana, mengapa kau
tidak menangkap basahku saja?”
“Lebih baik mempermalukanmu sekarang,” balasku.
Keisya terganga melihat Aryo, sepertinya ia tidak
tau kalau Aryo lah partnernya. Aku kemudian melihat Malvin yang dari tadi hanya
tersenyum sedih mengetahui sahabatnya bersengkokol.
“Kak Kesiya bagaimana kalau kujelaskan mengapa kak
Aryo bisa ada disini?” tanyaku pura-pura manis.
“Jangan beritahu dia!” seru Aryo padaku.
Keisya mengelengkan kepalanya sambil menangis,
“tidak, tolong beritahu aku,”
“Baiklah” jawabku, “Hari ini tepat saat kau membunuh
Malvin,orang kau cintai.”
Mendengar itu Keisya hanya tersenyum sedih,
sedangkan Aryo terlihat kecewa.
“Kau tau kan kalau hari itu Malvin harus mengerjakan
banyak tugas dia sebagai Ketos, dan kau juga tau kalau Malvin pasti akan pulang
malam karena ia akan mengerjakannya disekolah. Saat itu juga kau membuat
rencana untuk membunuhya. Awalnya kau memberi dia minuman gratis yang sudah
berisi obat, setelah itu kau menunggu dilantai bawah sampai keadaan sekolah
sepi.”
“Saat sekolah sudah sepi, kau naik keatas dan
memperhatikan Malvin dari beranda. Saat Malvin sudah mulai menunjukan efek obat
yang kau kasih, kau mencekiknya dari belakang. Untuk seorang perempuan ku akui
kau sangat kuat, Kak Keisya. Bahkan aku tidak menyadari bahwa perempuanlah yang
membunuhnya, tapi itu terbukti dengan kau mengikuti eksul karate. Apalagi
sekarang kau sabuk merah.”
“Tunggu dulu!” bentak Aryo, “darimana kau tau
tentang semua itu?” tanyanya
Tentu saja aku tau, memangnya aku bodoh sepertimu
yang meninggalkan bukti. “Akan kuberitau setelah hipotesaku ini selesai,”
“Setelah membunuh Malvin, kak Keisya teringat
sesuatu yang membuat dia marah. Kemudian untuk meluapkan kemarahan itu, ia
menganiaya Malvin. Aku tidak tau seperti apa? Mungkin menusuk atau memukul
Malvin, sehingga seragamnya kotor penuh akan percikan darah Malvin. Ia panik
melihat apa yang telah ia lakukan, kemudian menganti seragamnya dengan
satu-satunya baju yang ia bawa. Seragam karatenya.”
“Mengapa kau tau tentang seragam karate itu?” tanya
Keisya.
Aku mendesah dan menjawab
pertanyaanya, “Bukankah minggu lalu, eskul karate diliburkan?”
Keisya kaget mendengar hal itu dan
terdiam.
“Setelah itu ia menyembunyikan
senjatanya disuatu tempat dikelas ini, kemudian buru-buru pergi.”
Aku menghidupkan lampu dan mengambil sesuatu dalam
vas bunga, “bunga dalam vas ini sudah layu dari dulu. Kukira memang masanya
tumbuhan ini layu, rupanya ada yang salah dengan airnya. Air keruh bewarna
merah yang jarang diganti ini mempunya bukti kuat kalau Keisya lah
pembunuhnya.”
Karter, sesuai dugaanku. Alat kecil berbahaya yang
sering dibawa oleh pelajar tanpa dicurigai oleh guru.
“Karter inilah senjata pembunuhnya! Kau tau mengapa?
Itu karena saat kau mencekik Malvin, ia masih hidup dan bernafas. Sekuat apapun
kau, kau pasti tidak tega mencekiknya sampai mati, karena ia orang yang spesial
untukmu! Apa kau puas setelah membunuhnya?”
Keisya yang sedari tadi menangis, terduduk sambil
meratapi karter yang kupegang. Dia kemudian tersenyum sedih dengan mata
berkaca-kaca, “Kau tau kan mengapa aku membunuhnya?”
“Kau ditolak olehnya” balasku dingin.
“Bukan, bukan itu penyebabnya. Jika aku ditolak
karena seperti gadis lain itu sudah biasa tapi, aku teman masa kecilnya.
Bukankah dia seharusnya memperlakukanku dengan istemewa?!” katanya sambil
tertawa senang.
Ah, sudah kutebak cewek ini gila!
“Saat kudengar ada perempuan lain yang lebih baik
dalam segala hal dariku dan menyukai Malvin. Hatiku sangat sakit. Aku takut
kalau Malvin akan bersama gadis itu dan pergi meninggalkanku. Jadi aku
membunuhnya!! Aku membunuhnya agar tidak ada yang bisa memiliki dia, jika aku
tidak bisa memilikinya maka tidak ada yang boleh memiliki dia. Kau mengertikan
perasaanku?”
“Tidak dan tidak akan pernah,” jawabku tak bernada,
“aku tidak ingin mengetahui perasaan pembunuh!”
“A.. apa?” tanya Keisya terbata-bata.
Aku melemparkan wajahku dan menatap Aryo, “bukankah
kau ingin tau mengapa Aryo ada disini?” tanyaku. “Apa ingin kuceritakan?”
Keisya berdiri dan menatap Aryo penasaran, “Ya,”
jawab Keisya ringan.
“Orang ini, dia adalah saksi.”
“Saksi?”
Aku mengangguk, “Ya. Tapi sayangnya dari pada
menjadi saksi untuk sahabatnya, ia lebih memilih menjadi kaki tangan perempuan
yang ia cintai. Kau Keisya, ia membantumu membunuh Malvin.”
Keisya dan Malvin terlihat kaget sambil terus
memandangi Aryo yang menatap balikku. “Laki-laki ini, ia melihatmu dari gedung
seberang tepatnya ruang musik. Kau tau kan kalau ia akan ikut lomba band antar
sekolah, jadi ia berlatih keras sampai malam. Pada malam itu, ia melihatmu
membunuh Malvin dan melarikan diri. Takut kalau kau bakalan ketahuan dan masuk
penjara, ia datang kekelas ini dan melemparkan tubuh Malvin dari lantai ini,”
“Setelah itu ia membersihkan kelas yang telah
berlumuran darah dan menganti bajunya. Mendengar teriakan penjaga sekolah, ia
lari kehalaman dan menemukanmu. Setelah itu seperti yang kalian semua ketahui.
Polisi, ambulans dan keluarga Malvin datang untuk mengambil mayat sahabat
kalian.”
Plok… plok …
Aryo bertepuk tangan dan tertawa lebar, “Sahabat?
Kau kira Malvin sahabatku? Ha..ha..!” tawanya, “Kau tau, semua yang kau bilang
itu benar. Tapi ada satu hal yang kau lewatkan. Kau pikir kami akan menyerahkan
diri pada polisi? Mana ada orang yang percaya pada hipotesamu yang sok pintar
itu? Lagian aku sudah menghapus rekaman CCTV dilorong ini saat malam itu, jadi
kau tidak akan menemukan buktinya!”
“Bagaimana dengan karter ini? Keisya dapat masuk
penjara?” balasku tenang.
Aryo masih tertawa seperti seorang psycho, “jika aku
membunuhmu dan menghilangkan karter itu, maka Keisya tidak akan masuk penjara
dan kami akan tetap bersama seperti saat ini. Benarkan Keisya?” katanya sambil
menatap penuh arti pada Keisya.
“PYSCHO!! Pembunuh!! Kau kira aku mau bersama
denganmu?” teriak Keisya, “sampai matipun aku tidak ingin bersamamu, bahkan kau
tidak mengangap Malvin sahabatmu! Dasar pembunuh!”
“Apa maksudmu Keisya? Bukankah kau membunuh Malvin
juga?Ingat, kita ini partner in crime?”
Keisya terdiam kaku tidak bisa berkata apa-apa,
“setidaknya aku akan menembus kesalahanku. Kemudian ia mengambil karter dari
tanganku dan hendak menancapkannya ke leher,”
Sial! “Hei, jangan bertindak gila!” seruku
Tiba-tiba tangan Keisya berhenti, Malvin muncul
dihadapannya dan tersenyum menenangkan Keisya. Apa Keisya bisa melihatnya?
Sepertinya bisa. Ia kemudian terdiam dan duduk sambil menangis meminta maaf.
“Maafkan aku Malvin! Maafkan aku!”
Aku melihat Aryo yang sepertinya juga melihat Malvin
tadi. Ia hanya duduk terdiam sambil termenung seperti memikirkan apa saja yang
baru terjadi.
“Menyerahlah,” kataku, kemudian aku menelpon polisi
untuk datang kesekolah.
Saat polisi datang Keisya dan Aryo menyerahkan diri
dan sebagai buktinya ia memberikan karter yang penuh akan sidik jari Keisya dan
rekaman CCTV yang Aryo ambil. Akhirnya masalah selesai. Aku cepat-cepat pulang
agar tidak terlibat masalah lagi, bisa mati aku jika terlibat.
Flash back
Saat menunggu polisi datang aku melihat Keisya
sangat tersiksa, terlihat sekali kalau dia memang mencintai Malvin. “Kau tau
Keisya kalau Malvin sebenarnya juga menyukaimu?” tanyaku pada Keisya.
Keisya tersentak dan tertawa kecut, “Memberi harapan
palsu saat ini tidak berguna bagiku,”
“Kau pikir begitu?” tanyaku lagi, “sebenarnya Malvin
menolakmu karena ia takut kau akan terluka bersamanya, ia ingin kau bersama
orang lain yang lebih baik darinya agar kau bahagia. Ia itu cowok yang
bodoh,kan?” kataku sambil menatap Malvin yang dari tadi duduk disebelah Keisya.
“Jangan bicara seperti itu, kau tau darimana tentang
dia?”
“Tentu saja aku tau, kami sudah seminggu berteman.
Dia orang yang kekanak-kanakan, berisik, tapi baik,” jawabku, “aku ini indigo
,jadi jangan bilang siapa-siapa ya?”
Flash back end
Keesokan harinya hari minggu, sama seperti saat
pertamakali. Malvin berteriak membangunkanku, buat kepalaku pecah saja!
“Malvin berisik! Pergilah darisini!” seruku, sambil
melempar bantal guling ke Malvin. Tentu saja dengan mulus menembus badannya.
“Ayo, bangun. Apa kau tidak ingin tau mengapa kau
tidak punya aura kehidupan?” tanyanya yang membuatku penasaran.
“Baiklah aku bangun, lihat?!”
“Yap”
Kenapa dia bahagia sekali setelah kejadian seperti
kemarin? “Hei, kau tidak apa-apa dengan yang terjadi kemarin?” tanyaku
khawatir.
Wajahnya berubah cemberut, wajah apaan itu? Kera?
“Pftt…” kataku menahan tawa.
“Itu bohong kalau aku tidak apa-apa, tapi…”
“Tapi?”
“Kau sudah membantuku, dan juga memperingatkanku.
Jadi itu tidak masalah, sesuai janji aku akan memberitahumu tentang auramu yang
aneh itu!”
Baguslah! “Baik, beritahulah sekarang!”
“Kau adalah yang mati!” serunya tiba-tiba.
“Apa?” kataku heran
Dia menatapku serius dan memegang pundakku, “Dari
beratus juta orang didunia, kau adalah yang hidup kembali karena suatu tujuan.
Kau bukan manusia melainkan arwah yang berwujud, itulah sebabnya kau tidak
memiliki apa-apa. Bahkan kau tidak memiliki ingatan masa lalu.”
“Apa yang kau bicarakan? Apa kau jadi gila seperti
sahabatmu?” tanyaku mulai takut.
“Aku tidak bercanda!” bentaknya, “aku bahkan sampai
sekarang masih takut setelah mengetahui kenyataanya, kemarin aku datang ke
rumahku dan menemukan buku yang sesuai dengan kehidupanmu saat ini. Kau adalah
arwah yang berwujud karena memiliki suatu tujuan. Entah itu tujuan baik atau
buruk tapi itu mempengaruhi seluruh kehidupanmu, kau tidak akan bisa mati
kecuali mencapai tujuanmu itu.”
“Kau bohong!” balasku, ini tak mungkin. Mana ada
arwah bisa mempunyai tubuh, akan aku buktikan. Aku lari kesekolah dan menaiki
tangga sampai lantai 4. Aku berdiri di beranda dan melangkahkan kakiku untuk
terjun. Aku bosan dengan dunia ini, jika ini bisa mengakhiri segalanya maka
akan kulakukan. Terlihat olehku Malvin yang berada dibawah, dia terlihat sangat
terkejut. Angin berhembus kencang, terasa oleh seluruh bagian tubuhku ….
Tapi tunggu dulu, mengapa perasaan ini sangat
familiar? Aku bahkan tidak takut untuk terjun seperti orang kebanyakan. Malah
aku merasakan…. De javu. Seperti
katanya, aku tak mati maupun hidup. Hanya mengambang dimuka bumi ini mencari
tujuanku sebelum mati. Menyedihkan.
- END -